Armillary sphere di museum nasional

I. Museum Nasional

Waktu jalan-jalan ke Museum Nasional di Jakarta beberapa waktu lalu, aku ketemu porselen keramik yang unik dari koleksi lainnya. Botol kecil dengan gambar mechanical globe ditengahnya. Aku suka porselen keramik Cina, terutama dari era Dinasti Ming. Ciri khas dari keramik era ini adalah dekorasinya menggunakan kombinasi warna putih dan biru cobalt. Semakin kontras birunya, semakin cantik. Biasanya berdekorasi pemandangan, hewan atau kehidupan sehari-hari. Makanya pas lihat keramik dengan dekorasi yang mekanis, aku penasaran dengan cerita dibaliknya.

ceramic bottle

fig 1. Ceramic bottle (Museum nasional, Jakarta)

Sayangnya tidak ada informasi tambahan di display, jadi aku mau coba tebak dengan pencarian kecil-kecilan di internet. Karena ditemukan di Halmahera, tebakan awalku ada hubungannya dengan Portugis/Spanyol karena daerah Maluku ada di jalur perdagangan mereka di jaman dulu.

Setelah dicari kesana-kemari akhirnya ketemu kalo simbol itu namanya adalah armillary sphere dan merupakan simbol kerajaan Portugis. Awalnya merupakan coat-of-arms pribadi dari Manuel I, kemudian diadopsi jadi simbol nasional pada 1485 ketika naik takhta menjadi raja.

Saat itu Portugis berada di zaman keemasan eksplorasi maritim dan perdagangan global, menjadi garda terdepan menjelajahi dan membangun trading post di seluruh dunia. Armillary Spehere merupakan simbol pengetahuan dan keahlian navigasi mereka.

ceramic bottle

fig 2. ceramics decoration (left), Coat-of-arms of King Manuel I (right)

Coat-of-arms: A coat of arms is a symbol used to identify a person, family, or organization. It typically consists of a design that is displayed on a shield or banner, and may include elements such as a crest, motto, and other decorative elements. Coats of arms originated in medieval Europe, where they were used by knights to identify themselves on the battlefield. Over time, they became associated with specific families or groups, and were used as a way to distinguish one family or group from another. Today, coats of arms are still used by many organizations, including governments, schools, and businesses.

Berabad-abad kemudian motif armillary sphere digunakan orang Portugis sebagai identitas mereka, bahkan sekarang jadi salah satu salah satu elemen bendera Portugis. Motifnya bisa ditemukan di banyak peninggalan sejarah, dari perabotan sampe di bangunan.

Armillary motives

fig 3. Penggunaan motif armillary sphere di perabotan (1), motif ubin (2), dekorasi gereja (3), dan perangko (4)

II. Armillary sphere

Armillary sphere instrumen bola dunia yang terdiri dari rangkaian cincin yang merepresentasikan benda langit. Instrumen ini awalnya menggunakan model semesta geosentris, dimana bumi adalah pusat semesta dan benda-benda langit mengelilingi bumi. Pemodelan ini melibatkan perhitungan matematika untuk membantuk menemukan posisi benda-benda langit yang krusial untuk dijadikan referensi dalam navigasi.

Ada beberapa hal yang menurutku membuat armillary sphere itu spesial:

  • Pertama, armillary sphere itu konsepnya geosentris dimana bumi adalah pusat alam semesta. Setelah ilmu pengetahuan berkembang kita menemukan bahwa justru bumilah yang mengelilingi matahari. Tapi yang membuatku takjub adalah meskipun didasari konsep yang keliru (geosentris), orang-orang jaman dulu mampu merancang perhitungan matematika yang mampu berfungsi untuk memprediksi posisi benda langit. Artinya, to some extent, it is possible to build a prediction or mathematical model of a phenomenon without knowing its actual mechanism.
  • Kedua, abad pertengahan adalah masa dimana ilmu pengetahuan yang masih terbatas bercampur dengan takhayul dan mistisme. Bayangkan kamu adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menghitung dan memprediksi pergerakan benda langit. Menggunakan instrumen yang canggih dan melakukan perhitungan yang rumit, kamu bisa menebak jalur matahari, bulan dan bintang. It would be seen as a divine art, ilmu langit.
  • Ketiga, it’s a complex mechanical device and it looks so cool. Bayangkan level craftmanship yang dibutuhkan untuk merakit alat ini. Nggak heran kalo armillary sphere sering muncul di lukisan-lukisan yang menggambarkan orang-orang dengan dengan pengetahuan dan bijak.

Armillary sphere

fig 3. Armillary sphere

Armillary sphere biasanya digunakan sebagai alat observasi astronomi tapi juga menjadi alat navigasi yang penting buat pelaut di jaman eksplorasi maritim. Instrumen ini membantu mereka menemukan benda-benda langit yang dijadikan panduan dalam navigasi dan memperkirakan panjangnya sebuah hari.


III. Ming-Portuguese Ceramic Trade

Oke, kembali ke porselen keramik. Sekarang aku jadi lebih sadar betapa besarnya ceramics trade saat itu. Meningkatnya volume perdagangan membuat industri keramik di Cina ikut menyesuaikan desain dan dekorasi mengikuti selera pasar mereka. Kurasa yang membuatku takjub adalah realisasi membayangkan bagaimana interaksi antara dua peradaban mempengaruhi satu sama lain. Bagaimana populernya keramik Cina di Eropa mendorong pelaut mendesain sistem logistik untuk memaksimalkan muatan keramik dan pedagang-penjelajah memutar otak untuk mengamankan suplai keramik. Kebayang di workshop-workshop di Jianxi para pengrajin mulai meniru melukis coat-of-arms negara-negara eropa atau melukis kaligrafi Arab meskipun belum tentu mengerti artinya apa. It’s amazing.

ceramic bottle

fig 4. Jianxi, The capital region of ceramic production in Ming Dynasty

I’m curios about the details: How’s the logistics works, how the trade works, how the negotiation works. Mungkin aku bakal deep dive ke topik ini lain kali. Untuk saat ini aku udah cukup puas dengan hasil pencarianku.

The Portuguese maritime explorers made their way to China around 1514. The high quality of the Chinese porcelains generated great interest and demand from the European elite class and the wares became a form of status symbol. The Portuguese first arrived at Tunmen (near the mouth of the pearl river) in Guangdong in 1513. They had some initial success and made lucrative profits from the trading. When they could no longer conduct any business through Tunmen, they diverted there activities to Yuegang in 1522 where the imposition of trade ban was less stringent and effective. The persistent Portuguese finally succeeded in securing Macau as a permanent base for trading in 1557. It is estimated that from 40,000 to 60,000 porcelains arrived in Lisbon each year in the 1530’s.

Trading route

fig 5. Portuguese trading route

Macau

fig 6. Macao, Portuguese trading post

Resource link: